Wednesday, October 19, 2016

METATEORI

METATEORI
Bahwa sudut pandang social yang berbeda memiliki pemikiran yang berbeda tentang apa itu teori dan apa yang diberikan teori. Dengan kata lain, proses perkembangan teori tidak terjadi dalam perkembangan vakum (terlepas dari pengaruh ruang dan waktu). Tetapi, kerangka filosofis berlaku dimana pembentukan dan pengujian teori terjadi. Metateori dalam buku ini dibuat khusus untuk pembahasan perinci dari tiga kerangka teoritis ini yaitu: pendekatan post-positivis, interpretif, dan teori kritis pada pembentukan teori.
Miller (2002) mencoba membahas tiga bidang spesifik dari metateori dari aspek ontology, epistimologi, (dan masalah yang terkait dengan metodologi), dan aksiologi. Pembagian ini dapat membantu kita dalam memetakan sudut pandang yang berbeda dalam penelitian komunikasi atau ilmu social secara umum. Dalam bagian ini sekedar menggambarkan dan mendifinisikan batasan dan contours (kontur) dari peta pembahasan metateori, yaitu ontology, epistimologi, dan aksiologi.
a.      Ontologi
Penelitian ontologi dalam filsafat mencakup penelitian pada sifat makhluk. Dalam pembahasan metateori dalam penelitian social, pertanyaan ontology mencakup masalah seperti “ apa sifat kenyataan?” dan “apa sifat kenyataan bisa diketahui?” (Guba, 1990). Dengan kata lain, pertanyaan tentang ontology membicarakn sifat dan fenomena yang kita bicarakan dalam keilmuwan kita---- kata apa dalam pembentukan teori. Bagi peneliti dalam bidang social seperti komunikasi, ini mencakup pertimbagan sifat dunia social dan entitas yang mendiami dunia.
Banyak tipologi untuk menggambarkan berbagai posisi ontology, dan tipologi ini menjadi subjek banyak perdebatan dalam penelitian social (Phillips, dalam Miller.2002, Bab Objectivity abd Subjectivity). Namun kita harus bisa membedakan diantara beberapa posisi ontology yang penting yang dapat diambil dalam keilmuan social.
Burrell dan Morgan, dalam Miller (2002),menandai satu posisi pada peta ontology sebagai sikap realis. Banyak ilmuwan mengambil sikap realis  mengenai dunia fisik seperti, mereka yakin pada kebenaran kekerasan batu, pohon, planer dan sebagainya, tetapi pandangan dunia social lebih penting bagi para ahli teori komunikasi. Menurut  ahli realis social, “dunia social yang eksternal bagi perspsi manusia adlah dunia nyata yang terbuat dari struktur yang keras, nyata dan relative tidak berubah.”seorang realis social melihat keduanya, dunia fisik dan social, terdiri atas struktur yang ada “ di sana “ yang tidak bergntung pada persepsi individu. Bagi penganut realis , seorang individu bisa memiliki tingkat konsep yang berbeda disebut kompetensi komunikasi. Dalam pandangan ini kompetensi komunikasi adalah entitas nyata dalam komunikasi yang bisa dikenali dan dimiliki.
Secar singkat, metateoris sentral adalh sudut pandang ontologism yang diambil seseorang dalam dunia sosial. Ontology seorang ahli teori sosial bisa menjadi realis dengan menempatkan kenyataan kuat dan nyata baik fisik maupun sosial. Atau sudut pandang ahli teori bisa menjadi nominalis dalam pernyataan bahwa kenyataan entitas sosial hanya terjadi dalam nama dan label yang diberikan. Atau sudut pandang ahli teori bisa menjadi konstruksionis sosial dalam penekanan cara dimana makna sosial tebentuk melalui interaksi historis dan kontemporer dan perilaku dimana konstruksi sosial menyambung dan memutus perilaku berikutnya.
Sisi lain dari spektrum ontologi adalah sikap nominalis, posisi ini terpusat pada anggapan bahwa dunia sosial adalah eksternal pada persepsi individu tersusun tidak lebih dari sekedar nama, konseo dan label yang digunakan untuk membuat struktur realitas, jadi bagi nominalis tidak ada dunia “diluar sana” hanya nama, label entitas yang dibuat oleh individu
Pesisi yang lain, konsttruksionisme simbolik sangat berpengaruh dalam penelitian sosial sejak akhir tahun 1960-an. Sikap ini disebut posisi konstruksionis sosial (Berger & Luckman dalam mitler 2002) menurut posisi ini kenyataan sosial tidak dijelaskan sepenuhnya objektif (posisi realis) atau subjektif (posisi nominalis) tetapi dilihat sebagai pembentukan intersubjektif yang diciptakan melalui interaksi komunikatif namun kebanyakan konstruksionis sosial berpendapat bahwa kenyataan intersubjektif dianggap sebagai materi atau objek karena individu memperlakukan konstruksi sosial dan terpengaruh oleh konstruksi sosial layaknya karakteristik objektif dari dunia sosial
b.      Epistimologi
Dalam filosofi mencakup pertanyaan seputar penciptaan dan pertumbuhn pengtahuan, perdebatan epistemology mengeuka dalam penelitian social. Dalam bagian ini hanya memetakan beberapa posisi epistemology penting dan perbedaan diantaranya sabagai suatu cara menentukan tahapan pembahasan pendekatan pad perkembangan teori dalam komunikasi.
Posisi epistemology yang mendominasi pemikiran ilmu eksakta dan social selama abad 20 adalah posisi objektvis, meski sudut pandang mempunyai banyak varian, beberapa aspek dari epistemology objektifi sangat penting :
·         Objektivis meyakini bahwa kita dapat memahami dan menjelaskan dunia social dan bahwa penjelasan tentang dunia social terakumulasi melalui upaya komunitas ilmuwan.
·         Objektivis yakin bahwa pengetahuan tentang dunia social dapat diperoleh melalui pencarian kesamaan dan hubungan sebab antarkomponen dari dunia social.
·         Objektivis yakin bahwa regularitasdan hubungan sebab bisa ditemukan jika terdapat pemisahanantara peneliti dan subjekyang diteliti, dan yang terakhir, objektifis berpendapat bahwa pemisahan ini bisa dipastikan atau ditingkatkan dengan menggunakan metode ilmiah.
Sebaliknya posisi subjektifis menolak fungsi dasar ini, bagi subjektivis, “dunia social pada dasarnya adalah relative dan hanya bisa dipahami dari sudut pandang individu yang terlibat langsungdalam aktifitas yang dipelajari” ( Burrell & morgan, dalam Miller. 2002). Jadi subjektivis menghindari amggapan suatu batasantara yang mengetahui dan yang diketahui dan dengannya metode ilmiah yang mencoba mendorong pemisahan.
Secara singkat, dasar epistemology ,mencakup pemikiran ahli teori tentang apa itu pengetahuan dan bagaimana pengetahuan bisa dilibatkan dalam dunia social. Bagi objektovitas, pengetahuan harus terdiri dari pernyataan kausal tentang dunia social dan harus diambil melalui upaya dari satu komunitas ilmuwan menggunakan metode ilmiah yang sudah ada. Sebaliknya sudut pandang epistemologi subjektivis menyatakan bahwa pengetahuan terletak dalam situasi local dank karena itu harus disimpan melalui pengalaman atau melalui interaksi kontinyu dengan yang mengalami.

c.       Aksiologi
Rangkain terakhir dari masalah metateori yangharus dipikirkan adalah aksiologi atau pnelitian nilai. Pandangan klasik ilmiah dari topic in adalah bahwa nilai tidak boleh berperan dalam praktik penelitian, dalam bagian ini secar singkat ada tiga sudut pandang nilai terhadap masalah ini :
·         Salah satu sudut oandang menyatakan bahwa peran nilai dalam penelitian sosial bisa dipilih dengan membedakan diantara beragam jenis nilai dan aspek yang berbeda dari proses ilmiah.
·         Pandangan kedua terhadap hubngan antara nilai dan teori berpendapat bahwa kita tidak mungkin mengabaikan pengaruh nilai dari bagian manapun dari upaya penelitian, pandangan ini berpendapat bahwa “beberapa orientasi nilain begitu melekat pada pola piker kita sehingga secara tidak sadar dipegang oleh semua ilmuwn” (Phillips dalam Miller 2002).
·         Pandangan ketiga tentang peran nilai dalam  keilmuwan melihat jauh dibalik argument bahwa kita tidak bisa menghapus nilai dari proses penelitian, untuk membenarkan bahwa kita jangan memisahkan nilai dari keilmuwanan. Pandangan ini, yang dibahas secara mendalam dalam pembahasan perspektif krisi tentang teori, berpendapat tidak hanya pilihan nilai dari topic penelitian dan pengaruh praktik penelitian tetapi juga keilmuan melibatkan partisipasi aktif dalam gerakan perubahan sosial.
Pandangan metateoris pada aksiologi membahas peran nilai dalam proses pengembangan teoritis dan pengujian. Meskipun beberapa penelitian bisa jadi proses yang bebas nilai, banyak yang berpendapat peran niala yang sangat terbatas. Namun, ilmuwan lain yakin bahwa kita tidak bisa menghindari rembesan nilai dalam pandangan kita tentang dunia dalam penelitian ini. Terakhir, banyak ilmuwan yakin bahwa nilai harus memegang nilai yang sangat aktif dalam penelitian, mengarahkan keilmuwan pada jalur perubahan sosial. Teori mengemukakan dalam konteks yang dibatasi dan dipengaruhi oleh anggapan para peneliti sosial.




Daftar pustaka
 Elvinaro Ardianto & Bambang Q-Anees. Januari 2007. Filsafat ilmu komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.


No comments:

Post a Comment

Organisasi Profesi Humas

A.     PERHUMAS Pada tanggal 15 Desember 1972 para praktisi humas di Indonesia mendirikan Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHU...