METATEORI
Bahwa
sudut pandang social yang berbeda memiliki pemikiran yang berbeda tentang apa
itu teori dan apa yang diberikan teori. Dengan kata lain, proses perkembangan
teori tidak terjadi dalam perkembangan vakum (terlepas dari pengaruh ruang dan
waktu). Tetapi, kerangka filosofis berlaku dimana pembentukan dan pengujian
teori terjadi. Metateori dalam buku ini dibuat khusus untuk pembahasan perinci
dari tiga kerangka teoritis ini yaitu: pendekatan post-positivis, interpretif,
dan teori kritis pada pembentukan teori.
Miller
(2002) mencoba membahas tiga bidang spesifik dari metateori dari aspek
ontology, epistimologi, (dan masalah yang terkait dengan metodologi), dan
aksiologi. Pembagian ini dapat membantu kita dalam memetakan sudut pandang yang
berbeda dalam penelitian komunikasi atau ilmu social secara umum. Dalam bagian
ini sekedar menggambarkan dan mendifinisikan batasan dan contours (kontur) dari
peta pembahasan metateori, yaitu ontology, epistimologi, dan aksiologi.
a.
Ontologi
Penelitian
ontologi dalam filsafat mencakup penelitian pada sifat makhluk. Dalam
pembahasan metateori dalam penelitian social, pertanyaan ontology mencakup
masalah seperti “ apa sifat kenyataan?” dan “apa sifat kenyataan bisa
diketahui?” (Guba, 1990). Dengan kata lain, pertanyaan tentang ontology
membicarakn sifat dan fenomena yang kita bicarakan dalam keilmuwan kita----
kata apa dalam pembentukan teori. Bagi peneliti dalam bidang social seperti
komunikasi, ini mencakup pertimbagan sifat dunia social dan entitas yang
mendiami dunia.
Banyak
tipologi untuk menggambarkan berbagai posisi ontology, dan tipologi ini menjadi
subjek banyak perdebatan dalam penelitian social (Phillips, dalam Miller.2002,
Bab Objectivity abd Subjectivity). Namun kita harus bisa membedakan diantara
beberapa posisi ontology yang penting yang dapat diambil dalam keilmuan social.
Burrell
dan Morgan, dalam Miller (2002),menandai satu posisi pada peta ontology sebagai
sikap realis. Banyak ilmuwan mengambil sikap realis mengenai dunia fisik seperti, mereka yakin
pada kebenaran kekerasan batu, pohon, planer dan sebagainya, tetapi pandangan
dunia social lebih penting bagi para ahli teori komunikasi. Menurut ahli realis social, “dunia social yang
eksternal bagi perspsi manusia adlah dunia nyata yang terbuat dari struktur
yang keras, nyata dan relative tidak berubah.”seorang realis social melihat
keduanya, dunia fisik dan social, terdiri atas struktur yang ada “ di sana “ yang
tidak bergntung pada persepsi individu. Bagi penganut realis , seorang individu
bisa memiliki tingkat konsep yang berbeda disebut kompetensi komunikasi. Dalam
pandangan ini kompetensi komunikasi adalah entitas nyata dalam komunikasi yang
bisa dikenali dan dimiliki.
Secar
singkat, metateoris sentral adalh sudut pandang ontologism yang diambil
seseorang dalam dunia sosial. Ontology seorang ahli teori sosial bisa menjadi
realis dengan menempatkan kenyataan kuat dan nyata baik fisik maupun sosial.
Atau sudut pandang ahli teori bisa menjadi nominalis dalam pernyataan bahwa
kenyataan entitas sosial hanya terjadi dalam nama dan label yang diberikan.
Atau sudut pandang ahli teori bisa menjadi konstruksionis sosial dalam
penekanan cara dimana makna sosial tebentuk melalui interaksi historis dan
kontemporer dan perilaku dimana konstruksi sosial menyambung dan memutus
perilaku berikutnya.
Sisi lain dari spektrum ontologi adalah sikap nominalis,
posisi ini terpusat pada anggapan bahwa dunia sosial adalah eksternal pada
persepsi individu tersusun tidak lebih dari sekedar nama, konseo dan label yang
digunakan untuk membuat struktur realitas, jadi bagi nominalis tidak ada dunia
“diluar sana” hanya nama, label entitas yang dibuat oleh individu
Pesisi yang lain, konsttruksionisme simbolik sangat
berpengaruh dalam penelitian sosial sejak akhir tahun 1960-an. Sikap ini
disebut posisi konstruksionis sosial (Berger & Luckman dalam mitler 2002)
menurut posisi ini kenyataan sosial tidak dijelaskan sepenuhnya objektif (posisi
realis) atau subjektif (posisi nominalis) tetapi dilihat sebagai pembentukan
intersubjektif yang diciptakan melalui interaksi komunikatif namun kebanyakan
konstruksionis sosial berpendapat bahwa kenyataan intersubjektif dianggap
sebagai materi atau objek karena individu memperlakukan konstruksi sosial dan
terpengaruh oleh konstruksi sosial layaknya karakteristik objektif dari dunia
sosial
b.
Epistimologi
Dalam
filosofi mencakup pertanyaan seputar penciptaan dan pertumbuhn pengtahuan,
perdebatan epistemology mengeuka dalam penelitian social. Dalam bagian ini
hanya memetakan beberapa posisi epistemology penting dan perbedaan diantaranya
sabagai suatu cara menentukan tahapan pembahasan pendekatan pad perkembangan
teori dalam komunikasi.
Posisi
epistemology yang mendominasi pemikiran ilmu eksakta dan social selama abad 20
adalah posisi objektvis, meski sudut pandang mempunyai banyak varian, beberapa
aspek dari epistemology objektifi sangat penting :
·
Objektivis meyakini bahwa kita dapat
memahami dan menjelaskan dunia social dan bahwa penjelasan tentang dunia social
terakumulasi melalui upaya komunitas ilmuwan.
·
Objektivis yakin bahwa pengetahuan
tentang dunia social dapat diperoleh melalui pencarian kesamaan dan hubungan
sebab antarkomponen dari dunia social.
·
Objektivis yakin bahwa regularitasdan
hubungan sebab bisa ditemukan jika terdapat pemisahanantara peneliti dan subjekyang
diteliti, dan yang terakhir, objektifis berpendapat bahwa pemisahan ini bisa
dipastikan atau ditingkatkan dengan menggunakan metode ilmiah.
Sebaliknya
posisi subjektifis menolak fungsi dasar ini, bagi subjektivis, “dunia social
pada dasarnya adalah relative dan hanya bisa dipahami dari sudut pandang
individu yang terlibat langsungdalam aktifitas yang dipelajari” ( Burrell &
morgan, dalam Miller. 2002). Jadi subjektivis menghindari amggapan suatu
batasantara yang mengetahui dan yang diketahui dan dengannya metode ilmiah yang
mencoba mendorong pemisahan.
Secara
singkat, dasar epistemology ,mencakup pemikiran ahli teori tentang apa itu
pengetahuan dan bagaimana pengetahuan bisa dilibatkan dalam dunia social. Bagi
objektovitas, pengetahuan harus terdiri dari pernyataan kausal tentang dunia
social dan harus diambil melalui upaya dari satu komunitas ilmuwan menggunakan
metode ilmiah yang sudah ada. Sebaliknya sudut pandang epistemologi subjektivis
menyatakan bahwa pengetahuan terletak dalam situasi local dank karena itu harus
disimpan melalui pengalaman atau melalui interaksi kontinyu dengan yang
mengalami.
c.
Aksiologi
Rangkain
terakhir dari masalah metateori yangharus dipikirkan adalah aksiologi atau
pnelitian nilai. Pandangan klasik ilmiah dari topic in adalah bahwa nilai tidak
boleh berperan dalam praktik penelitian, dalam bagian ini secar singkat ada
tiga sudut pandang nilai terhadap masalah ini :
·
Salah satu sudut oandang menyatakan
bahwa peran nilai dalam penelitian sosial bisa dipilih dengan membedakan
diantara beragam jenis nilai dan aspek yang berbeda dari proses ilmiah.
·
Pandangan kedua terhadap hubngan antara
nilai dan teori berpendapat bahwa kita tidak mungkin mengabaikan pengaruh nilai
dari bagian manapun dari upaya penelitian, pandangan ini berpendapat bahwa
“beberapa orientasi nilain begitu melekat pada pola piker kita sehingga secara
tidak sadar dipegang oleh semua ilmuwn” (Phillips dalam Miller 2002).
·
Pandangan ketiga tentang peran nilai
dalam keilmuwan melihat jauh dibalik
argument bahwa kita tidak bisa menghapus nilai dari proses penelitian, untuk
membenarkan bahwa kita jangan memisahkan nilai dari keilmuwanan. Pandangan ini,
yang dibahas secara mendalam dalam pembahasan perspektif krisi tentang teori,
berpendapat tidak hanya pilihan nilai dari topic penelitian dan pengaruh
praktik penelitian tetapi juga keilmuan melibatkan partisipasi aktif dalam
gerakan perubahan sosial.
Pandangan
metateoris pada aksiologi membahas peran nilai dalam proses pengembangan
teoritis dan pengujian. Meskipun beberapa penelitian bisa jadi proses yang
bebas nilai, banyak yang berpendapat peran niala yang sangat terbatas. Namun,
ilmuwan lain yakin bahwa kita tidak bisa menghindari rembesan nilai dalam
pandangan kita tentang dunia dalam penelitian ini. Terakhir, banyak ilmuwan
yakin bahwa nilai harus memegang nilai yang sangat aktif dalam penelitian,
mengarahkan keilmuwan pada jalur perubahan sosial. Teori mengemukakan dalam
konteks yang dibatasi dan dipengaruhi oleh anggapan para peneliti sosial.
Daftar
pustaka
Elvinaro Ardianto & Bambang Q-Anees.
Januari 2007. Filsafat ilmu komunikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.