EFEK KOMUNIKASI MASSA TERHADAP KEHIDUPAN AUDIENCE
Komunikasi massa merupakan sejenis
kekuatan sosial yang dapat menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, efek atau hasil yang dapat
dicapai oleh komunikasi yang dilaksanakan melalui berbagai media (lisan,
tulisan, visual/audio visual) perlu dikaji melalui metode tertentu yang
bersifat analisis psikologis dan analisis sosial. Yang dimaksud dengan analisis
psikologi adalah kekuatan sosial yang merupakan hasil kerja dan berkaitan
dengan watak serta kodrat manusia.
Donald K Robert mengungkapkan,
“efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”.
Oleh karena fokusnya adalah pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang
disampaikan oleh media massa. Dalam proses komunikasi, pesan dalam media massa
dapat menerpa seseorang baik secara langsung mapun tidak langsung.
EFEK
KOMUNIKASI MASSA : KOGNITIF, AFEKTIF & BEHAVIORAL
Ada tiga dimensi efek komunikasi
massa, yaitu: kognitif, afektif, dan behavioral.
·
Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar,
dan tambahan pengetahuan.
·
Efek efektif berhubungan dengan emosi, perasaan,
dan attitude (sikap).
·
Sedangkan efek behavioral berhubungan dengan perilaku
dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.
1. Efek Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri
komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan
dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari
informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui
media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang
belum pernah kita kunjungi secara langsung.
Misalnya seseorang
mendapatkan informasi dari televisi, bahwa “Robot Gedek” mampu melakukan sodomi dengan
anak laki-laki di bawah umur. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu
menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh
komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan
komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.
Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan
alat indera kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat indera).
Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat
yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung.
Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang sudah
diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan
pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan adegan
kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih
tidak aman dan lebih mengerikan.
Karena media
massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan
mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang.
Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu
gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak
berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak
benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai
makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan
seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada
diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah
mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi,
karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia
dari media massa.
Sementara
itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh peran agenda
setting (penentuan/pengaturan agenda). Teori ini dimulai dengan suatu
asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan
disiarkannya. Biasanya, surat kabar mengatur berita mana yang lebih
diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang dipengaruhi suasana yang sedang
hangat berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah halaman di Media
Indonesia memberitakan pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai, berarti
wartawan dan pihak redaksi harian itu sedang mengatur kita untuk mencitrakan
sebuah informasi penting. Sebaliknya bila di halaman selanjutnya di harian yang
sama, terdapat berita kunjungan Pejabat ke beberapa daerah, diletakkan di pojok
kiri paling bawah, dan itu pun beritanya hanya terdiri dari tiga paragraf.
Berarti, ini adalah agenda setting dari media tersebut bahwa berita ini seakan tidak
penting. Mau tidak mau, pencitraan dan sumber informasi kita dipengaruhi agenda
setting.
2. Efek Afektif
Efek ini
kadarnya lebih tinggi dari pada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa
bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang
sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya,
khalayak diharapkan dapat merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar
atau membaca informasi artis terkenal dipenjara karena kasus penyalah-gunaan
narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau
bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah dapat diartikan sebagai
perasaan kesal terhadap perbuatannya tersebut. Sedangkan perasaan senang adalah
perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas
tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup
hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai keheranan
khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
3. Efek Behavioral
Efek
behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk
perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film
akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak misalnya, akan
menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita
pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat
dari acara televisi yang
mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua
informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama.
Radio, televisi atau film di berbagai negara telah
digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat
nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran film. Sebagian lagi melaporkan
kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada program “Buser” di
SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena tidak
diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu
ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya, namun apa yang
didapat, keesokan atau lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang
dilakukan anak-anak SD. Inilah yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak
semua berita, misalnya, akan mengalami keberhasilan yang merubah khalayak
menjadi lebih baik, namun bisa juga mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada
tindakan lebih buruk.
Mengapa
terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung
hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi
yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat
mnejelaskan efek prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura.
Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengelaman langsung, tetapi dari
peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil
faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampila
tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan
karakteristik diri kita.
v Pengaruh Perkembangan Media Massa Terhadap Masyarakat
Pengaruh yang ditimbulkan media
massa berdasarkan teori kontemporer Pengaruh media terhadap masyarakat telah
menumbuhkan pembaharuan-pembaharuan yang cepat dalam masyarakat. Pembaharuan
yang berwujud perubahan ada yang ke arah negatif dan ada yang ke arah
positif. Pengaruh media tersebut berkaitan dengan aspek-aspek lain seperti
sifat komunikator, isi/informasi dari media itu sendiri serta tanggapan dari
masyarakat.
Sadar atau tidak sadar masyarakat sering
dipengaruhi oleh media massa, misalnya media membujuk untuk menggunakan suatu
produk tertentu ataupun secara tidak langsung membujuk untuk mendukung ideologi
politik tertentu maupun partai tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, ada
beberapa teori kontemporer yang berkaitan dengan pengaruh komunikasi massa yang
digolongkan dalam empat bagian, yaitu:
Teori perbedaan Individu, Menurut
teori ini terdapat kecenderungan baru dalam pembentukan watak seseorang melalui
proses belajar. Adanya perbedaan pola pikir dan motivasi didasarkan pada
pengalaman belajar. Perbedaan individu disebabkan karena perbedaan lingkungan
yang menghasilkan perbedaan pandangan dalam menghadapi sesuatu. Lingkungan akan
mempengaruhi sikap, nilai-nilai serta kepercayaan yang mendasari kepribadian
mereka dalam menaggapi informasi yang datang. Dengan demikian pengaruh media
terhadap individu akan berbeda-beda satu sama lain.
Teori Penggolongan Sosial,
Penggolongan sosial lebih didasarkan pada tingkat penghasilan, pendidikan,
tempat tinggal maupun agama. Dalam teori ini dikatakan bahwa masyarakat yang
memiliki sifat-sifat tertentu yang cenderung sama akan membentuk sikap-sikap
yang dalam menghadapi stimuli tertentu. Persamaan ini berpengaruh terhadap
tanggapan mereka dalam menerima pesan yang disampaikan media massa.
Teori Hubungan Sosial, Menurut
teori ini kebanyakan masyarakat menerima pesan yang disampaikan media massa. Dalam
hal ini hubungan antar pribadi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
penyampaian informasi oleh media.
Teori Norma-Norma Budaya, Teori ini
menganggap bahwa pesan/informasi yang disampaikan oleh media massa dengan
cara-cara tertentu dapat menimbulkan tafsiran yang berbeda-beda oleh masyarakat
sesuai dengan budayanya. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa media
mempengaruhi sikap individu tersebut.
Ada beberapa cara yang ditempuh oleh
media massa dalam mempengaruhi norma-norma budaya :
Pertama, informasi yang disampaikan
dapat memperkuat pola-pola budaya yang berlaku serta meyakinkan masyarakat
bahwa budaya tersebut masih berlaku dan harus di patuhi.
Kedua, media massa dapat menciptakan
budaya-budaya baru yang dapat melengkapi atau menyempurnakan budaya lama yang
tidak bertentangan.
Ketiga, media massa dapat merubah
norma-norma budaya yang telah ada dan berlaku sejak lama serta mengubah
perilaku masyarakat iu sendiri.
Media massa tidak memberikan efek kognitif semata,
namun ia memberikan manfaat yang dikehendaki masyarakat, Inilah efek prososial.
Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti bahasa
Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif.
Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di
pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah
menghasilkan efek prososial afektif.
Bila surat kabar membuka dompet bencana alam,
menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos (atau,
sekarang dengan cara transfer via rekening bank) ke surat kabar, maka
terjadilah efek prososial behavioral.
No comments:
Post a Comment